Problematika Kebangkitan Bangsa

Oleh Aprilia*

Nampaknya, rasa memiliki kita pada bangsa ini, semakin lama semakin habis terkikis oleh zaman. Rapuh dimakan usia. Tak ada lagi penjajahan memang, tapi kita terlalu ramah dengan segala kebebasan yang ada di depan mata. Bukanlah penjajah yang menjadi musuh besar kita saat ini, tapi diri kita sendiri. Sejauh mana kita peduli dengan Bangsa ini?

Semakin hari, semakin nampak banyak saja kemalangan Ibu Pertiwi. Pemberitan di media massa dan elektronik jarang mewartakan kabar gembira. Mulai dari bencana alam, korupsi yang tak pernah tuntas, maraknya pelecehan seksual, tingkat pendidikan dan kesehatan yang tidak merata, hingga jumlah pengangguran yang kian menggunung, selalu menjadi headline di kebanyakan media. Memang miris sekali, setiap mendengar masalah – masalah yang kian hari kian bertambah di Negeri ini. Terlebih lagi, hal itu diperparah dengan anggapan sebagian masyarakat bahwa Indonesia sudah tak memiliki nilai positif.

Suatu rasa kepedulian tentu tidak bisa dibuktikan hanya dengan duduk berdiam diri, mengamati berita di Televisi, ataupun membaca koran sambil menyesap kopi hangat, dan hanya mampu berkomentar pada apa yang diberitakan. Sebagian besar masyarakat selalu menilai bahwa seluruh segi kehidupan di Indonesia sudah tak ada yang dapat dibanggakan. Tampaknya, untuk menjadi bagian dari merah putih saja, mereka begitu enggan. Apalagi untuk memutar otak menangani masalah yang timbul kepermukaan. Mereka yang lebih memilih merantau di Negeri orang, tak sedikit yang lupa akan tanah kelahirannya. Tanah Air yang selama ini membesarkannya, dengan mudah ia tinggalkan hanya karena tergiur tawaran di seberang sana.

Ibu pertiwi yang selama ini memberikan penghidupan kepada kita hanya mampu meneteskan air mata, melihat pejuang – pejuang bangsanya yang mulai tenggelam terbawa arus globalisasi. Mengingat perjuangan pahlawan bangsa berpuluh – puluh tahun silam, rasanya tak pantas jika kita masih bisa berpangku tangan dan hanya mengeluh dengan kondisi bangsa ini.

Hal ini menjadi bukti otentik dari penurunan rasa peduli kita pada Tanah Air Indonesia. Tak ada larangan bagi kita untuk menuntut ilmu di negeri orang, tak ada pula aturan yang melarang kita mencari nafkah di sana, dan bukan suatu hal yang memalukan apabila semua yang kita lakukan, mampu kita dedikasikan untuk bangsa ini, untuk tanah air ini, dan untuk merah putih.

Perasaan kecewa adalah suatu hal yang wajar. Tetapi, akan jauh lebih bermanfaat bila rasa kecewa tersebut mampu melahirkan semangat juang yang tinggi dalam membenahi masa depan bangsa. Kita semua tahu atau bahkan pernah melihat dengan mata kepala kita sendiri, seberapa parah kondisi Negeri ini. Jangan sampai kita memperparah kondisi itu dengan terus melontarkan umpatan – umpatan kekecewaan akan bangsa ini.

104 tahun sudah berlalu, saat organisasi Boedi Oetomo menjadi momok awal Kebangkitan Bangsa. Organisasi pertama Indonesia di masa penjajahan Belanda, yang mampu membuktikan bahwa mereka masih peduli dengan bangsa ini, masih memiliki bangsa ini, dan masih memiliki semangat kebangsaan.

Jangan pernah lupa bahwa kita hidup di atas tanah Indonesia, kita makan dan minum dari hasil bumi Indoneia, kita belajar dan bekerja di bawah langit Indonesia. Cukuplah sudah kita mengumpat dan mencaci maki keburukan negeri ini. Bangsa ini sudah terlalu ‘kenyang’ dengan itu semua, kawan.

Indonesia tak lagi butuh keluh kesah dari kita, juga tak ingin melihat kemalasan kita. Ia hanya menginginkan bukti dari kepedulian kita. Kepedulian yang akan terus menorehkan warna dalam sejarah. Bangsa ini membutuhkan kita untuk kembali bangkit dari keterpurukan modern. Dengan semangat Kebangkitan Bangsa, yakinlah bahwa kita mampu jika besama.

*Reporter LPM Agrica

Benang Kusut Dana Praktikum


Praktikum menjadi bagian Sistem Kredit Semester (SKS), yang harus dijalani mahasiswa. Bukan sekedar kewajiban, tetapi sewajarnya kebutuhan untuk memaksimalkan materi yang diperoleh di dalam kelas. Apa jadinya jika dana praktikum terlambat dicairkan?

Keterlambatan pencairan dana berdampak besar pada pelaksanaan praktikum seperti mundurnya jadwal praktikum. Hal ini diungkapkan Kepala Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Bioteknologi, Dyah Susanti, SP., MP. , “Sempat ada beberapa praktikum yang mundur, dan menjadi masalah jadwal bentrok dikemudian hari,” ungkapnya (8/5).

Menurutnya, keterlambatan turunnya dana praktikum, berefek domino dari berantakannya jadwal praktikum, tenggat penulisan laporan, hingga penilaiannya. Hal tersebut juga diamini Kepala Laboratorium Fisiologi Hewan, Fakultas Biologi Dra. Farida Nur Rachmawati, Msi., Ia beranggapan bahwa hal semacam itu sangat merepotkan banyak pihak, apalagi ruangan dan peralatan terbatas.

Dyah Susanti, SP., MP, telah menjadi Kepala Laboratorium sejak 2010, menuturkan keterlambatan dana praktikum bukan baru kali ini terjadi. Menurutnya, sistem yang baru diterapkan menjadi sebab keterlambatan pencairan dana. Sistem yang dimaksud adalah BLU (Badan layanan Uumum).

Ketika dikonfirmasi mengenai keterlambatan dana praktikum, Pembantu Rektor II, Dr. Eko Hariyanto, M.Si. Ak., mengaku tidak tahu. PR II merasa telah memberi persetujuan untuk pencairan dana tersebut pada awal Mei lalu. “Saya tidak tahu itu, saya sudah menyetujui, dan sudah lama dikirim dananya ke Fakultas,” jelasnya (11/5). PR II menambahkan, dana bisa turun kapan saja, asalkan keperluan yang diajukan sudah masuk kedalam daftar anggaran yang sudah disetujui.

Dra. Farida menjelaskan, biasanya di Fakultas Biologi dana praktikum turun sekitar bulan April hingga Mei, “Dana sudah ada di Fakultas, Laboratorium hanya tinggal mengajukan SPJ,” ungkapnya (8/5). Lain halnya dengan di Fakultas Pertanian. Pembantu Dekan II, Ir. H. Adwi Herry K.E., MP., menerangkan turunnya dana dari pusat biasanya serempak.

Ada perbedaan persepsi antara fakultas dengan rektorat.. PD II menuturkan bahwa pemasukan beserta anggaran universitas selama satu tahun ke depan, disetorkan universitas kepada Dikti. Selanjutnya dari Dikti dibicarakan di atas meja DPR RI. Kemudian hasilnya dikirim ke Semarang untuk regional Jawa Tengah. Dari Semarang, barulah dana tersebut dibagikan kepada masing-masing Universitas. “Bukan proses yang singkat,” jelasnya (10/5).

Sementara PR II mengatakan untuk dana praktikum tidak menggunakan jalur pengajuan pusat. “Uang masuk ke rekening rektor. Tapi penggunannya yang berpedoman dari pedoman anggaran dari Depkeu RI,” jelas PR II (11/5).

Berbagai cara diupayakan para Kepala Laboratorium untuk mengatasi keterlambatan dana praktikum. Penggunaan kas laboratorium pun menjadi pilihan. Dra. Farida dan Dyah Susanti, SP., M.P., menuturkan, jika menunggu dana praktikum turun, praktikum tidak akan berjalan lancar.

Kas laboratorium di kedua laboratorium tersebut bersumber dari pengguna laboratorium untuk keperluan penelitian dan kerja sama dengan pihak luar. Hal ini telah berlangsung sejak dulu. Uang kas tersebut berfungsi sebagai dana talangan praktikum. Setelah dana praktikum turun, kas akan diganti. Tidak jarang dana penggantinya kurang dari jumlah yang dikeluarkan.

Mayoritas mahasiswa tidak mengetahui perihal pencairan dana praktikum. Sebagai praktikan, seringkali mahasiswa hanya diberi informasi kapan dan dimana praktikum dilaksanakan. Yeni, Agroteknologi 2009, merasa mahasiswa juga perlu mengetahui hal tersebut. Menurutnya, hal ini dapat mengukur pelayanan yang seharusnya diterima oleh mahasiswa. “Mahasiswa perlu tahu transparansi pendanaan yang ada, termasuk yang terkait dengan praktikum,” jelasnya (17/5).. (Maman/April).

Porsemapa Minim Antusias

Pekan Olahraga dan Seni Mahasiswa Pertanian (PORSEMAPA) merupakan agenda rutin tahunan. Hadirnya panitia seolah menjadi motor penggerak terlaksananya suatu acara. Namun yang terjadi adalah ajang tahunan ini minim panitia. Panitia tidak sesuai dengan yang diharapkan, efeknya open recruitment panitia kurang mendapat sambutan.

Nanda Gusti Rahmat, Ketua Panitia PORSEMAPA 2012, membenarkan hal tersebut. “Sampai saat ini memang panitia masih ada yang kosong,” (8/5).

Minimnya peminat pada kepanitiaan Porsemapa tahun ini sebenarnya sudah menjadi masalah disetiap tahunnya. Menurut Menteri Dalam Negri, Tores, memang setiap tahun pendaftar kepanitian porsemapa minim peminat padahal acara ini merupakan acara besar fakultas pertanian yang melibatkan seluruh angkatan dan jurusan se-fakultas. Padahal publikasi telah dilakukan dengan cara penempelan pamflet hingga dibuatkan video open recruitment yang kemudian di-share melalui media sosial.

Ketika melihat peminat panitia baru 8  orang saja, BEM  mengumpulkan teman-teman hima-unit untuk mencari solusi, agar acara Porsemapa ini tidak memberatkan beberapa unit yang terlibat seperti Bezper dan UOR, dan akhirnya diputuskan untuk mengambil perwakilan dari setiap hima unit sebagai panitia untuk membantu pelaksanaan.

Tores mengungkapkan mahasiswa lebih tertarik untuk menjadi peserta dibandingkan untuk menjadi panitia. “Kegiatan yang sama seperti Porsemapa yang banyak diselenggarakan di hima masing-masing sebenarnya bertujuan untuk persiapan hima untuk bertanding di Porsemapa nanti,” tambahnya (10/5). Hal serupa juga diungkapkan oleh Nanda kesediaan angkatan 2010 lebih memilih untuk menjadi peserta dibandingkan panitia.

Menurut Fathul Umam selaku ketua Himagrotek padatnya proker hima masing-masing bukan menjadi alasan yang menyebabkan minimnya panitia porsemapa, ”Mungkin mereka juga sibuk dengan akademiknya juga,” jelas Fathul (8/5). Tetapi sejauh ini himagrotek selalu memberikan motivasi kepada anggota untuk dapat berpartisipasi dalam acara tingkat fakultas. ”Iya saya seneng kalo anak-anak Himagrotek bisa berbaur dengan yang lain seperti di uor yang bisa membantu kepanitiaan porsemapa,” tambah Fathul (8/5).

Hal serupa juga dituturkan oleh ketua Himateta, ”Dari dua tahun terakhir pun saya merasakan sepi peminatnya bukan karena kesibukan di hima masing-masing,” ungkap Prayoga yang menjabat sebagai korlap porsemapa tahun lalu (8/5).

Tores berharap di porsemapa tahun ini panitia dapat memberikan yang terbaik dengan segala kekurangan dan kelebihannya. ”Saya selalu himbau kepada panitia untuk menjadi panitia yang baik dan saya pun akan berusaha menjadi pengarah yang baik juga buat mereka,” ungkap Tores sambil menutup perbincangan (10/5). (jovita/ikamarsela)

Student Center dan mimpi dekan..

Pusat kegiatan mahasiswa atau Student Center menjadi sarana pendukung hidupnya kegiatan mahasiswa setelah perkuliahan. Di beberapa universitas, Student Center dibangun berupa gedung megah berlantai dua hingga berlantai delapan seperti di Universitas Sriwijaya. Dekan Fakultas Pertanian pun memiliki mimpi serupa.

Bedanya, bangunan berlantai dua yang rencananya akan berdiri megah di komplek sekre hima dan UKM (komplek C)  baru sebatas mimpi. Rencana pembangunan Student Center yang diajukan pada tahun 2011 untuk tahun anggaran 2012 ke pihak universitas, tidak disetujui. Alhasil,  Student Center tidak terealisasi di tahun 2012.

Hal tersebut dibenarkan oleh Pembantu Dekan II, Ir. Adwi Herry K.E., M.P. ,“Sudah diajukan ke pusat (universitas) tahun 2011 tetapi ditolak. Akhirnya tidak dapat direalisasikan tahun 2012.” (15/5). Lebih lanjut dijelaskan oleh Dekan Fakultas Pertanian, Dr. Ir. H. Ahmad Iqbal, M.Si., bahwa Universitas minim anggaran sehingga dana dialokasikan untuk kegiatan yang menunjang akademik terlebih dahulu. “Student center bukan prioritas utama,” jelas Dekan (16/5).

Keberadaan Pusat Kegiatan Mahasiswa (Student Centre) merupakan sarana penting dalam upaya pengembangan budaya ilmiah dan berorganisasi. Keberadaan pusat kegiatan tersebut dapat mengakomodasi aktivitas-aktivitas mahasiswa di lingkungan kampus. Bahkan di beberapa universitas, student center dilengkapi berbagai fasilitas pendukung seperti Hotspot area, cafe, books center, runga pertemuan, hingga penginapan.

Menengok kembali munculnya ide pembangunan Student Center, ide ini lahir dari Dekan.“Sekre di belakang sudah kumuh nggak bagus,”  ungkap Dekan (16/5). Pihak fakultas pun terlihat belum sepaham. PD III mengaku tidak mengetahui rencana Dekan terkait pembangunan Student Center. PD III menuturkan, rapat di tingkat fakultas pun tidak membahas tentang Student Center. “Belum ada obrolan. Saya belum pernah dengar mau ada Student Center,” terang PD III (16/5).

Presiden BEM Kema, Faris Karamatul Malik, memperkuat bahwa Student Center bukan permintaan mahasiswa. Ia menilai, pusat kegiatan mahasiswa yang ada saat ini dinilai masih layak dan nyaman untuk ditempati, hanya butuh perbaikan. Menurutnya, tidak jadi masalah Student Center tidak terealisasi tahun ini. ”Tidak berpengaruh kalo nggak jadi dibangun. Kita butuh sekre  diperbaiki fisik dan fasilitas bukan dibongkar,” ungkapnya (16/5).

Faris pun menuturkan ada kekhawatiran  mahasiswa yang aktif di hima dan UKM jika Student Center  terealisasi. Hal ini bukan tanpa alasan. Menilik proses pembangunan sekre bersama hima dan UKM di FISIP, banyak terjadi kontra antara mahasiswa dengan dekanat. Mulai dari relokasi sekre yang akan dibongkar menjadi sekre bersama. Hingga sekre yang penuh ditempati 8 hima dan UKM. Sementara 3 UKM tidak mendapat tempat. Masalah lain timbul ketika kunci sekretariat bersama dipegang oleh fakultas.

Bentuk bangunan sekre bersama FISIP serupa dengan bayangan Dekan Faperta. Lantai satu sekre hima dan UKM sementara lantai dua ruang pertemuan. Pembangunannya memakan waktu hingga satu tahun. Jika student Center terealisasi di Fakultas Pertanian, proses pembangunan yang lama inilah yang dikhawatirkan oleh Faris. “Selama dibangun, belum tahu akan bersekre dimana. Ini bisa mematikan kegiatan mahasiswa,” ujarnya (16/5).

Sementara, sejauh ini belum ada komunikasi antara Dekan dengan mahasiswa terkait rencana pembangunan Student Center.  “Sejak satu tahun rencana ini, kita (BEM) belum tahu tujuan dan latar belakang pasti perlu dibangunnya Student Center,” terang Faris (16/5).  Ia menambahkan, khawatir jika Student Center terelasisasi dengan desain sekre bersama satu pintu. Hal tersebut dinilai akan membatasi kegiatan mahasiswa.

Menanggapi hal ini, lebih lanjut mengenai desain bangunan student center, Dekan mengaku belum membuatnya. “Rencana saja belum disetujui. Kalo sudah diijini dan dianggarkan, baru dijalankan,” jelasnya (16/5).  Dekan menambahkan, Student Center masih berpeluang terealisasi di tahun 2013. “Anggaran dana tersebut  masih terus diajukan. Tidak menutup kemungkinan Student Center diajukan lagi tahun ini,” tambahnya (16/5). Terkait hal ini, Faris menjelaskan, BEM akan terus mengkawal kelanjutan proses ini. “Kalaupun tahun depan terealisasi, mahasiswa harus dilibatkan dalam perencanaan desain,” tegasnya (16/5). (Lani, Nana)

 

 

Sekre Bersama Hima dan UKM FISIP (Sumber : cahunsoed.com)

 

DLM dan Sederet Rencananya

ImageDi suatu negara, lembaga legislatif memiliki peran krusial Yaitu berperan merumuskan dan memutuskan undang – undang. Fakultas Pertanian memiliki lembaga legislative yaitu Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM). Walaupun sudah dilantik, tapi tidak memiliki rencana yang jelas.

Berdasarkan fakta di lapangan, sejak keanggotaan baru DLM resmi dilantik 8 Maret 2012 hingga sekarang. Imron, ketua DLM, mengaku belum menyusun undang-undang apapun. Pihaknya baru mengumpulkan hima-unit guna memantau kejadian apa saja yang terjadi di lingkungan kampus. Sayangnya waktu yang telah ditentukan, tak satupun perwakilan hima unit hadir.

Namun ketika Agrica mengkonfirmasi ke beberapa hima unit, mereka mengaku tidak pernah mendapat undangan dari DLM. “Aku belum terima, “ungkap Robby, ketua bezper (19/5). Hal serupa dilontarkan oleh ketua umum Himateta. Mereka juga mengaku tidak menerima undangan rapat dari DLM. “Aku sih belum pernah dapat undangan,” ungkap Yoga, ketum Himateta, melalui pesan singkat (19/5).

Ketua DLM mengaku masih belum bisa menampung aspirasi mahasiswa. Padahal bulan Agustus nanti fakultas pertanian akan menggelar acara OSMB. Begitu pula dengan  UU Pemira Imron mengaku belum menyentuhnya sama sekali. Menurutnya ini masih terlalu dini dan pihak DLM tidak ingin terburu-buru dalam proses penyusunannya. “Itu masih dalam tahap perencanaan,” jelasnya (15/5)

DLM juga belum melakukan evaluasi terhadap kinerja keanggotaan DLM tahun lalu. Seperti kebijakan kartu organisasi yang dikeluarkan DLM tahun lalu. Meskipun Imron mengaku belum dapat memastikan apakah kebijakan itu nantinya akan diterapkan lagi atau tidak. Kartu organisasi sempat menuai pro kontra soal efektivitas.

Saat ini Imron mengaku DLM tengah membahas RAPBLK bersama BEM dan menyelesaikan peraturan administrasi, seperti aturan baku dalam pembuatan kop surat dan proposal.

Komunikasi DLM dan BEM

Akibtanya, koordinasi DLM dengan BEM menimbulkan masalah. Langgeng, anggota DLM mengaku DLM belum melakukan rapat khusus dengan BEM. “Waktu itu ketemu BEM cuma perkenalan aja,” terangnya (16/5). Pernyataan ini diamini oleh Presiden BEM Faperta, Faris Karamatul, menurutnya agenda rapat yang lalu bahkan belum menyentuh fungsi dari DLM. “Obrolannya cuma seputar perkenalan,” jelas Faris (10/5).

Hal menarik muncul dalam rapat perdana yang berujung pada ajang silaturahmi tersebut, DLM membuat kesepakatan sepihak bahwa saat rapat yang diperkenankan hadir hanya ketua DLM dan ketua komisi serta presiden BEM dan para menterinya. Akibatnya, dua staf menteri BEM diminta untuk meninggalkan rapat.

Ketika dikonfirmasi Faris membenarkan hal ini. Pihaknya merasa dirugikan karena masing-masing orang memiliki pemikiran dan aspirasi tersendiri. “Padahal rapat perdana obrolannya cuma perkenalan,” ungkap Faris (10/5)

Namun Imron berpendapat lain, menurutnya aspirasi yang banyak datang dari anggota DLM sudah cukup ditampung oleh para menteri. Sehingga dapat dipaparkan oleh menteri saat itu.

Kinerja DLM seperti ini mengakibatkan jalur penampungan aspirasi mahasiswa tidak jelas. DLM dan BEM saling lempar tanggung jawab. “Aspirasi yang masuk seharusnya ke DLM terlebih dahulu,” terang Faris (10/5). Namun Imron membantah, menurutnya jalur aspirasi bisa melalui BEM terlebih dahulu. “Jalur aspirasi bisa ke BEM dulu, lewat Advokasi, atau ke DLM dulu baru diserahkan ke BEM.”.  (15/5) (Yekti/Dian)

 

Hilangnya Esensi Berorganisasi Ala Hima


 

                Ekslusif, kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi himpunan mahasiswa yang ada di Fakultas Pertanian sekarang. Himpunan mahasiswa (Hima) yang ada di pertanian berjalan layaknya mesin. Harapan yang dikejar tidak lebih untuk menuntaskan program kerja satu per satu.                 \

Proker oriented, merupakan istilah yang sering dipakai untuk suatu organisasi yang berjalan dengan mengedepankan program kerja (proker). Namun, kehilangan esensi keprofesian dari setiap kegiatan yang dijalankan. Contohnya, Himasae tahun ini punya acara himasae menanam. Padahal acara serupa sudah dimiliki MPPA Carya Bhuana bertahun-tahun.

Masih lekat dalam ingatan kita, serentetan kegiatan Dies Natalis Himasae,  seperti Seminar Nasional, Lomba Cerdas Cermat Himasae, dan Muswil di Auditorium Faperta beberapa waktu yang lalu. Tak lama berselang, Dies Natalis Agroteknologi menyusul dengan lomba cerdas cermat salah satu kegiatannya.

Namun berdasarkan keterangan salah satu mahasiswa agt’10 yang enggan disebutkan namanya, menampik mengikuti hima lain. Lomba yang diselenggarakan di agroteknologi, merupakan acara yang dikhususkan untuk himagrotek. Bukan diperuntukkan untuk semua mahasiswa di fakultas pertanian melalui perwakilan Hima-nya. “Kalo (lomba) di himagrotek kan khusus buat anak Himagrotek,” sahutnya (16/05). Hal seperti itu sering kali terjadi.

Keberlangsungan dua kegiatan yang hampir mirip itu tidak berselang cukup lama. Sehingga menimbulkan kesan tidak punya inovasi dalam membuat sebuah acara. Hal ini memunculkan pertanyaan terkait saling menggunggulkan proker dan acara antar HIMA. Di sisi lain, kegiatan ilmiah seperti itu biasanya diadakan oleh unit kegiatan mahasiswa di bidang ilmiah, dan bukan oleh Hima. Karena kegiatan himpunan mahasiswa program studi umumnya dalam konteks keilmuan, penalaran dan pengembangan profesionalisme untuk anggotanya. “Hima punya jalur masing-masing terkait keprofesiannya,” Faris, Presiden BEM Faperta (14/5).

Menanggapi hal tersebut,  Prayoga Dwi Jatmiko, Ketua Umum HIMATETA berpendapat lain. Ia menuturkan sebuah himpunan mahasiswa program studi atau jurusan biasanya mengajukan proker yang memang sesuai dengan tujuan, isi, dan misi sebuah HIMA. Menurutnya, HIMA  hanya menjalankan proker-proker yang memang sudah ada setiap tahunnya.

Menurut Yoga, program kerja yang diajukan oleh sebuah HIMA tentu saja untuk kepentingan seluruh anggota HIMA dan bermaksud memfasilitasi anggota HIMA yang tidak aktif di dalam UNIT. Setiap Program kerja pasti ada tujuan dan maksud tertentu tanpa ingin saling mendahului HIMA/ UNIT lain. “BEM seharusnya lebih selektif dalam menyetujui program-program kerja yang diajukan oleh HIMA dan Unit,” ujarnya (15/05).

Contoh kasus lain adalah hadirnya Sport Art Center (SAC) oleh HIMATETA. Dalam kegiatannya, banyak kesamaan dengan kegiatan yang dilakukan dengan Bezper dan UOR. Sehingga ada anggapan terdapat beberapa UNIT di dalam sebuah HIMA. “Agak keberatan, soalnya nggak ijin dulu, meskipun pelatihnya ada yang dari Bezper,” ujar Gaby anggota Bezper (16/05).

Menanggapi hal itu, Yoga menuturkan bahwa pembentukan SAC adalah bentuk persiapan dalam menyambut Porsemapa 2011. “SAC tu disiapkan untuk Porsemapa kok, biar pas porsemapa, anak anak himateta udah siap,”

Anggapan lain muncul dari Faris, menurutnya untuk menyatukan semua Hima dan Unit di Faperta, Hima-Unit dapat mengadakan satu acara yang besar, seperti pengabdian masyarakat. Contohnya Hima Fakultas pertanian mempunyai enam desa binaan seharusnya mereka dapat menyatukan prokernya.

                Dari segi pengolahan makanan bisa mengambil dari Himateta. Himagrotek dan himasae bisa ikut andil dalam pengembangan bisnis dan budidaya tanaman. Himagreen bisa menerapkan ilmunya di bidang teknologi pertanian. “Membuat proker sekalian yang besar kan esensinya lebih kena,” tutupnya.

                Arif, Mendagri BEM beranggapan bahwa ini terlaksana ada akan membuat masyarakat kampus yang apatis menjadi peduli dengan lingkungan kampusnya. Manajemen program kerja yang perlu dibenahi agar kelak tidak ada program kerja yang mirip atau sama dengan hima/unit. Proses kreasi dan inovasi sangat diperlukan agar hima/unit tidak terkesan menggunakan awetan tahun lalu dalam rencana program kerja.(febri/fuad)

Fungsi Kontrol Sosial : Alasan Atas Keberadaan LPM Agrica

Azas jurnalisme kami bukanlah azas jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya bahwa tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melengkapinya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengomunikasikan saling pengertian. Juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba. Yang memberi komando bukan kekuasaan atau uang, tapi niat baik, sikap adil dan akal sehat. (TEMPO, 1971)

Tidak banyak yang tahu. Selain sebagai pembawa informasi, fungsi pers juga sebagai kontrol Sosial. Pers mahasiswa (Persma) sebagai kontrol sosial, tercipta saat kebijakan yang diambil oleh birokrat kampus ( dekanat dan rektorat) maupun pemerintahan mahasiswa (BEM dan DLM) dirasa tidak tepat dan merugikan mahasiswa. Dalam hal ini, wartawan harus bersikap skeptis (tidak mudah percaya) dan kritis (selalu ingin tahu) terhadap kebijakan dan realita sosial. Kemudian menuliskannya sesuai data dan fakta yang sebenarnya terjadi dalam bentuk berita.

Kadangkala, berita yaitu kumpulan data dan fakta yang terjadi memberikan respon kurang enak bagi yang menerimanya. Bagi seorang kuli tinta, memberitakan kebenaran atas persoalan adalah harga mati. Selama masih dalam koridor kode etik jurnalistik, tak peduli berita itu pahit atau tidak.

Beberapa yang lalu, ada sebuah pamflet tentang “lembaga pers tidak independent”, ditujukan untuk LPM Agrica. Hal ini tentu menjadi cambuk bagi Persma. Pada dasarnya, LPM Agrica menerima hal ini. Ada ruang publik untuk melakukan pembelaan dan kritik. Kemudian, kami harus intropeksi, bilamana yang dikatakan tulisan tersebut benar adanya.

Namun, setelah menghubungi si pengirim (Rudi) beserta nomor handphone tertera, ternyata tidak bisa dihubungi. Lagipula anggota/reporter LPM Agrica, Muniroh Dinayati, yang disebutkan disana, terlalu dangkal mengatakan reporter bisa mempengaruhi isi pemberitaan. Selama ini keputusan pemberitaan hak preogatif redaksi. Yang bertanggung jawab adalah pimpinan redaksi.

Setiap berita yang ditulis, selalu mencantumkan nama di sudut paling bawah agar bisa dipertangungjawabkan. Muniroh Dinayati sejak Pemira BEM fakultas lalu, tidak lagi diperkenankan untuk mencari berita yang berkaitan dengan dirinya. Karena sudah masuk dalam pusaran kekuasaan (sekarang Staff Menteri BEM). Sampai detik ini, LPM Agrica berdiri sendiri, tidak ada campur tangan kekuasaan, apalagi organisasi ekstra kampus. Maka isi pemberitaan masih tetap indenpendent, bukan pesanan apalagi sengaja untuk menjatuhkan.

Usut punya usut, ternyata pamflet tersebut hanyalah surat kaleng. Pamflet yang tidak bisa diverifikasi kebenarannya. LPM Agrica lebih melihatnya sebagai manuver politis untuk membungkam suara kritis media. Alasannya kuat, karena pada hari yang sama, ada pamflet sejenis untuk Persma di fakultas lain (LPM MEMI dan LPM SOLID). Hal itu sangat wajar, karena hari – hari itu aliansi persma se-Unsoed sedang melakukan kontrol sosial terhadap kebijakan pemira BEM U. Hal ini lumrah bagi media yang tidak mau tunduk pada penguasa. Kemudian, LPM Agrica sepakat bahwa hal itu tidak perlu ditanggapi.

Bagi orang yang bekerja di media, manuver seperti itu adalah hal lumrah. Keberadaan pers untuk memantau kebijakan, seringkali mendapat respon negatif dari pembuat kebijakan. Pun kemudian menimbulkan ancaman, kritik, cercaan, bahkan hinaan bagi lembaga pers tersebut.

Demokrasi dan kebebasan pers berada dalam garis lurus. Media akan menjadi ruang interaksi bagi publik. Di kampus, adakalanya birokrat kampus (BEM, DLM, Dekanat, Rektorat) yaitu si pembuat kebijakan tidak tahu, bahwa kebijakan yang berkaitan langsung dengan mahasiswa  akan berdampak terhadap mahasiswa. Maka dari itu, persma harus mampu menyampaikan kepada khalayak umum. Harapannya, pendapat dan pandangan dari mahasiswa yang terekam dari wawancara dapat tersampaikan dalam bentuk berita. Sehingga sampai ke telinga si pembuat kebijakan.

Dalam penulisan tersebut, wartawan harus berpegang pada mahkota profesi, yaitu kode etik jurnalistik (tidak ada kode etik pers).  Lazimnya pers umum bekerja untuk kepentingan publik. Begitu juga persma bekerja untuk kepentingan mahasiswa. Kode etik ada untuk melindungi publik, diberikan kepada profesi yang berkaitan langsung pada publik, seperti dokter, guru, advokat, dan jurnalis.

Bagi jurnalis, pelanggaran terhadap kode etik adalah penghinaan terhadap profesi. Pelanggaran kode etik adalah sebuah dosa tanpa ampun. Maka, setiap orang jurnalis wajib memegang teguh kode etik tersebut. Buat orang awam, jangan sekali – kali mengatakan seorang jurnalis telah melanggar kode etik sebelum mengerti dan mencari bukti tentang elemen – elemen kode etik tersebut.

Persma harus memberikan ruang bagi publik untuk menerima masukan, kritik, dan saran bagi produk media yang diterbitkan. Bagi pihak dirugikan atas pemberitaan, juga dapat memberikan hak jawabnya, dialamatkan lpmagricafaperta@gmail.com, atau via Facebook dan twitter. Karena sekali lagi, produk media (surat kabar, radio, majalah, televisi) adalah milik publik. Kepentingan Persma adalah transparansi informasi bagi seluruh khalayak.

Semua tulisan (tanggapan, opini, esai, cerpen, puisi, dan lainnya) untuk membangun komponen kampus lebih baik, layak untuk diterbitkan, asalkan bukan untuk mengintimidasi atau menjatuhkan elemen kampus. Selama masih di koridor etika penulisan, tidak akan ada editing. Asalkan ada nama jelas dan foto diri, maka tulisan tersebut dianggap bisa dipertanggungjawabankan. Karena bila cuma menulis, tanpa nama jelas, anak kecil tak bernyali pun bisa.

Peka dan Solutif Lewat Cerdas Cermat


Himpunan Mahasiswa Sosio Agro Ekonomika (HIMASAE), Selasa (3/4) lalu menggelar ajang Grand Final Cerdas Cermat Himasae 2012. Kegiatan yang dihelat dalam rangkaian Dies Natalis perak HIMASAE ini mengusung tema “Pertanian Berkelanjutan”. Bertempat di Auditorium Faperta, ajang unjuk kemampuan antarhima ini berlangsung meriah sejak pukul 14.00 hingga 17.00 WIB.

Ketua panitia, Jovita, menuturkan kegiatan dari Bidang Ilmiah Pustaka HIMASAE ini merupakan ajang kompetisi keilmuan antarhima. “Selain memeriahkan Dies Natalis dengan acara baru, kegiatan ini bertujuan untuk mengasah wawasan mahasiswa,” jalasnya (4/4).  Ia menambahkan, peserta diharapkan dapat menunjukkan kemampuan, kepahaman dan kepekaannya terhadap isu terkini di dunia  pertanian.

Setelah dilakukan babak penyisihan, Jum’at  (31/3) dari 10 tim, melaju sebagai grand finalis yaitu tim HIMATETA 1, HIMASAE 1 dan HIMASAE 3. Peserta dengan antusias menjawab puluhan tes kepintaran berisi pemahaman program studi. Dilanjutkan dengan tes kecerdasan.

Menariknya, pada tes kecerdasan, peserta dituntut peka dan mampu menganalisis serta memberi solusi dengan beropini terkait isu-isu terkini di bidang pertanian. Seperti misalnya kasus hama Tomcat dalam kaitannya dengan alih fungsi lahan. Lalu isu bahan bakar alternatif seperti bahan bakar nabati. Tidak kalah penting, menjaga kearifan lokal di tengah modernisasi.

Opini peserta kemudian diberi tanggapan oleh tiga orang juri diantaranya Alpha Nadeira M. S.P., M.P., KHafid Fauzi S.P., M.P., dan Gunawan Wijonarko, S.P., M.P. Keriuhan muncul saat memasuki kuis rebutan. Peserta dengan sigap saling mengangkat papan warna dan berebut mendapat kesempatan.

Ajang yang digelar untuk pertama kalinya ini semakin meriah dengan hadirnya supporter yang mendukung perwakilan hima kebanggaannya. Selain itu, MC pun atraktif sehingga mampu membangun suasana semakin riuh. “Dengan format cerdas cermat, mahasiswa jadi peka terhadap perkembangan dunia pertanian dan terasah kepahamannya,” ungkap salah satu juri, Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan, GunawanWijonarko, S.P., M.P. (Lani)

 
dok. panitia

 

Pergeseran Paradigma Politik Kampus

Pergeseran Paradigma Politik Kampus
Dian Hendar Pratiwi *


Politik kampus nampaknya mengalami pergeseran paradigma. Dunia kampus yang sejatinya menjadi central pembelajaran intelektualisme nyatanya kini omong kosong belaka. Demi meraup kekuasaan tertinggi kemahasiswaan, segala kecurangan dan kebohongan dihalalkan. Hal ini diimbangi dengan berbagai macam janji-janji yang terdengar justru menjijikan. Mereka tidak menyadari, apa yang mereka umbar adalah serangkaian masalah-masalah baru yang nantinya membayangi.
Cukup bermodalkan lihai memanajemen isu, para mahasiswa ini beramai-ramai terjun ke kancah politik demi kekuasaan dan kemenangan golongan. Timbul istilah black campaign atau kampanye hitam. Kampanye politik yang sangat rapi dan lihai dilakukan oleh para tim sukses calon. Saling menjatuhkan lawan politik dengan menjelek-jelekkan bahkan memfitnah demi membunuh citra lawan politik. Inilah tren politik yang terus berkembang dengan pesat.
Sebenarnya, berpolitik adalah hal yang sangat manusiawi. Namun, dalam politik selalu ada ”aturan main” dan etika yang harus diindahkan tanpa bertolak belakang dengan tujuan yang diharapkan. Dalam frame Mahatma Ghandi, seorang tokoh revolusioner India, setiap tujuan yang ingin dicapai harus selaras dan seimbang dengan metode dan tata cara yang dilakukan. Mustahil hasil dari tujuan dinilai baik jika metode yang digunakan adalah dengan jalan yang buruk. Begitulah kiranya yang dimaksud dengan politik yang ”bersih”. Sebagaimana pernah diungkapkan Plato bahwa politik adalah seni mempengaruhi orang lain dengan kecerdikan dan kecerdasan, Bukan dengan keculasan dan kebohongan serta cara-cara keji yang menghalalkan segala macam aturan demi meraih keinginan.
Namun, antara idealitas dengan realitas memang cenderung berdiri tak sejajar. Kerja-kerja politik yang idealnya selalu bersih dari kelicikan dan keculasan ternyata menuai banyak kendala. Sehingga tak heran jika kemudian ada semacam ”justifikasi publik” bahwa politik itu memang kotor, tidak pernah bersih. Kalau jujur dan bersih itu bukan politik. Begitu mungkin kilah mereka. Demikian pula yang tengah menjangkiti politik kampus. Hal ini terjadi, karena selama ini kerangka pikir mereka dalam ranah politik sudah terpola oleh asumsi umum bahwa politik sama dengan kebohongan dan kelicikan. Sehingga, apapun cara dan metode yang dilakukan dianggap sah-sah belaka selama dipandang akan memuluskan jalan menuju ”tujuan”. Inilah yang dimaksud dengan pergeseran paradigma itu.
Kondisi ini diperparah dengan kinerja para panitia penyelenggara. Tidak adanya sikap control, menyia-nyiakan pikiran, waktu, tenaga dan biaya mereka sendiri untuk merubah-rubah jadwal pelaksanaan serta tidak adanya komunikasi terhadap hima-unit justru semakin menimbulkan pertanyaan, seserius apakah pagelaran ini digelar? Para komisi dan panitia bungkam. Mungkin mereka juga tak tahu apa yang harus diinformasikan pada hima-unit. Karena menurut mereka semua bersifat rahasia, Lalu para pengawas pemira seolah bingung dengan tugasnya. Mereka justru sibuk mengawasi gerak-gerik media yang nyatanya memang lebih tanggap membaca situasi yang terjadi. Inilah salah satu yang mendasari mahasiswa menjadi apatis terhadap pemira dan selalu mencaci presiden terpilih.
Mengutip judul cover buletin @gromed edisi Desember 2011, Opera Van Faperta, akankah pesta demokrasi kampus benar-benar menjadi dagelan baru di awal tahun ini? Nampaknya para wayang, sutradara, penulis skenario dan tetek bengeknya tengah “rapat intern” yang ekstra rahasia. Beginilah kondisi politik kampus Faperta. Begitu intern, seperti istilah yang sering mereka gunakan. Mungkin, PEMIRA tahun ini akan ditutup dengan terpilihnya presiden yang intern pula alias memimpin golongannya saja atau mungkin akan ditutup tanpa ada presiden terpilih. Kita nantikan saja.

* Redaktur Pelaksana @agromedia

Mahasiswa Ilmu dan Tek.Pangan

Beasiswa dibalik peningkatan IPK

Setiap tahunnya 11 jenis beasiswa dari berbagai sponsor ditawarkan kepada mahasiswa Fakultas Pertanian. Sebagian dari beasiswa tersebut ditujukan untuk mengapresiasi prestasi akademik mahasiswa. Ratusan mahasiswa pun mendaftarkan diri dan bersaing dengan pendaftar lainnya.

 

Seperti dipantau Agrica pada musim beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) tahun ini. Terlihat di bagian kemahasiswaan pada Senin (26/3), tumpukan stopmap berwarna hijau berisi berkas ratusan pendaftar beasiswa PPA memenuhi ruangan. Hal tersebut telah diprediksi oleh Pembantu Dekan III Fakultas Pertanian, Dr. Ir. V. Prihananto, M.Si., “Sudah diprediksi pendaftar meningkat, jadi kami atur time schedule dengan melonggarkan jangka waktu penerimaannya,” ujarnya (26/3).

Beasiswa yang paling laris diburu pendaftar ini, dinilai berhasil memacu mahasiswa meningkatkan prestasi akademik, dalam hal ini IPK (Indeks Prestasi Kumulatif). Berdasarkan data Bagian Kemahasiswaan tahun 2011, Sebanyak 332 orang mahasiswa tercacat sebagai pendaftar PPA.  Batas IPK terendah penerima PPA yaitu 3,35 dengan pendaftar mencapai lebih dari 300 orang. Artinya, lebih dari 20 persen mahasiswa pertanian mengantongi IPK lebih dari 3,00. Angka tersebut belum termasuk pendaftar beasiswa selain PPA.

Sesuai namanya, beasiswa PPA sebagai apresiasi dan motivasi peningkatan prestasi akademik sukses mendongrak mahasiswa menaikkan IPK-nya. Di samping motivasi pribadi menaikkan IPK juga untuk mendapat predikat kelulusan dan syarat melamar pekerjaan. Seperti dituturkan salah satu pendaftar PPA 2012, Aam Amalia, mahasiswa Agribisnis 2009, “Utamanya emang buat predikat kelulusan, secara nggak langsung motivasi beasiswa juga,” tuturnya (28/3).  Ia melanjutkan, hal itu ditunjang  naiknya nominal beasiswa dari Rp 4,2 juta menjadi Rp 4,8 juta. Mahasiswa semakin termotivasi untuk mendaftar, yang harus memenuhi persyaratan IPK diatas 3,00.

Lidya, mahasiswa Agribisnis 2009, pun sependapat adanya beasiswa seperti PPA mendorong dirinya meningkatkan IPK. “Iya pasti. Apalagi dipajang ranking IPKnya,” ujarnya dengan tegas (28/3). Selain itu, ia mengaku terpacu mendaftar PPA setelah sebelumnya mendapatkan PPA pengganti karena bersaing dengan ratusan pendaftar lainnya.

Atmosfer ketatnya persaingan menjadi nyata sebab jumlah mahasiswa pertanian meningkat. Jumlah pendaftar pun bertambah sementara kuota penerima Beasiswa PPA tetap 150 orang. Jumlah tersebut terbagi menjadi 110 untuk mahasiswa lama dan 40 untuk mahasiswa baru.

Sayangnya,  belum ada evaluasi dari pihak  Kemahasiswaan khususnya PD III terkait hal ini. Sehingga belum terukur seberapa tinggi pengaruh beasiswa khususnya PPA terhadap kenaikan prestasi akademik, dalam hal ini IPK mahasiswa.  “Sejauh ini belum ada evaluasi. Mungkin ke depannya bisa kita evaluasi,” pungkas PD III.  (Widya, Maman, Lani)

Previous Older Entries Next Newer Entries